» pontren As'adiyah berpusat di kota sengkang kab. wajo sulawesi selatan (kota sutera) alamat di jalan masjid raya no. 100 sengkang atau di kampus 1 jalan veteran no. 46 sengakng pengalaman Prof DR Nasaruddin Umar lulusan pontren as'adiyah » pondok pesantren as'adiyah

pengalaman Prof DR Nasaruddin Umar lulusan pontren as'adiyah

Allah SWT pernah menjanjikan dalam kitab suci Alquran, IA akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memiliki ilmu. Dan, itu menjadi kenyataan! Prof DR Nasaruddin Umar merasakan kebenaran dari janji Allah SWT tersebut. Berkat ilmu yang dimiliki, ia bisa melanglangbuana ke manca negara, bisa menyaksikan kehebatan dan perkembangan pembangunan di sejumlah negara: Jepang, Kanada, Belanda, Ingris dan Amerika Serikat.

Bahkan, berkat ilmu yang dimilikinya, ia pun tiba-tiba berada di pusat perdagangan dunia, New York Amerika Serikat. ''Saya nggak pernah membayangkan, anak yang tidak pernah melihat ibukota kabupaten tiba-tiba ada di sini (New York, red). Ini semua berkat ilmu. Kalau saya mau ke laur negeri mana bisa, tidak punya biaya,'' tandas putra sulung dari pasangan Andi Bungah dan Andi Muhammad Umar kepada Republika di kantornya, selasa pekan lalu (2/8).

Nasaruddin Umar yang hanya putra seorang ibu tamatan Sekolah Dasar dan ayah sebagai guru Sekolah Dasar, tentu tidak pernah punya cita-cita dan mimpi bahwa suatu saat ia akan menginjakkan kakinya di kota bisnis New York Amerika Serikat. ''Saya juga nggak tahu tiba-tiba saya menjadi seperti ini. Dari anak kampung yang tidak pernah melihat ibukota kecamatan karena jaraknya yang sangat jauh, tiba-tiba keliling dunia,'' ujar anak pertama dari delapan bersaudara pilu.

Nasaruddin tak sungkan-sungkan untuk menceritakan masa lalu dan kehidupan keluarganya di kampung. Pria kelahiran Desa Ujung Bone Sulawesi Selatan 23 Juni 1959 ini, bahkan sering menangis bila mengingat masa lalunya. ''Kalau mengenang masa lalu saya menagis melihat kondisi saya sekarang. Awal mula saya seperti ini pada saat itu saya menampilkan proposal tentang gender pada seminar akhir tahunan di New York, AS, tahun 1990. Diantara seleksi 200 makalah, menjadi 40 kemudian disusutkan lagi menjadi tiga makalah yang diundang dan saya yang termasuk salah satunya. Saya ke New York bukan mewakili Indonesia,'' tandas Prof DR Nasaruddin Umar yang tepat di hari ulang tahunnya 23 Juni lalu dilantik sebagai Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, sebuah jabatan baru pengembangan dari Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji.

Desa tempat kelahiran dan tinggal Nasaruddin yang bernama Desa Ujung, benar-benar berada di ujung desa. Untuk bisa sampai ke ibukota kecamatan, ia harus menempuh perjalanan sepanjang enam kilometer. Sedangkan untuk bisa ke ibukota kabupaten, ia harus menempuh perjalanan sepanjang 35 km.

''Waktu kecil harus melewati danau kalau ingin ke ibukota kecamatan. Dari tempat tinggal kami sekitar enam kilometer ke kantor kecamatan, kalau ke kabupaten sekitar 35 km. Saya sekolah dasar di Desa Ujung sampai kelas tiga di madrasah ibtidaiyah lalu dipindahkan ke pesantren As-'Adiyah, Sengkang. Dari kelas III langsung loncat ke kelas VI karena di Ibtidaiyah hanya tiga tahun. Karena saya di kampung kelas III baru mau naik kelas IV langsung pindah ke As-'Adiyah dan langsung loncat ke kelas VI. Saya juga nggak tahu tiba-tiba langsung loncat,'' kenangnya.

Ketika belajar di Pesantren As'Adiyah, ia punya pengalaman lucu. Sebagai santri baru, ia disuruh mengi'rab (mengurai secara gramatika bahasa, red). Karena belum pernah belajar, kata-kata yang mestinya diucapkan mudhafun ilaih disebutnya dengan kata-kata muttafaqun ilaih. Santri yang lain pun serentak tertawa. Itu beda sekali. Yang satu istilah hadis yang satu istilah bahasa Arab.

Akhirnya namanya diganti bukan Nasaruddin Umar, melainkan dengan panggilan muttafaqun alaih. Nasaruddin kecil pun malu tiada kepalang dan ia tahu kalau panggilan itu adalah sebuah ejekan. Akibatnya, ia bolos selama satu bulan tidak masuk kelas, memilih 'hijrah' ke masjid untuk semata-mata belajar bahasa Arab.

Kegigihannya dalam belajar melancarkan studi selanjutnya. Setelah tamat di As-'Adiyah Sengkang, kabupaten Wajo, akhirnya ia melanjutkan S-1 IAIN Makassar. Untuk tsanawiyah dan aliyah semuanya As-'Adiyah, PGA empat tahun pagi sore. Saya pagi di PGA empat tahun, sore tsanawiyah. Sore PGA enam tahun, pagi aliyah, malam menghafal Alquran. Kemudian ikut tes. ''Alhamdulillah, saya masih ingat waktu kelas I naik ke kelas II, rangking pertama dan seterusnya sampai ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kemudian jadi sarjana muda saya terbaik, sarjana S-1 saya alumni teladan di Fakultas Syariah di IAIN Alauddin tahun 1984. Setelah di wisuda saya mengajar sebagai dosen.''

Begitu selesai program S1, Wakil Direktur Pusat Studi Alquran (PSQ) pimpinan Prof DR Quraish Shihab ini berniat untuk melanjutkan ke Mesir. Paspor pun sudah diurus. Kebetulan Quraish Shihab yang waktu itu menjadi pembimbingnya mengajaknya ke Mesir. Iseng ia mengikuti tes, ternyata lulus. Begitu akan berangkat, pihak IAIN Makasar mencegahnya untuk berangkat. Ia diwajibkan untuk menjadi dosen di IAIN Makasar.

Tahun 1990, ia ingin melanjutkan program master ke IAIN Jakarta. Dari 64 rombongan dari kawasan Timur Indonesia yang mendaftar untuk masuk IAIN Jakarta, hanya Nasaruddin Umar sendiri yang masuk. Satu tahun kuliah, ia lulus dengan predikat terbaik. Pada saat yang sama, lamaran beasiswa datang dari Kanada, Inggris, Belanda, Prancis dan Jepang untuk meneruskan studi. Ia memutuskan untuk mengamini semua. "Di Prancis saya ambil kuliah pendek hanya satu mata kuliah. Di Jepang hanya sebentar. Di Kanada hampir satu tahun, di London tiga bulan, di Belanda hampir satu tahun." n dam

Di kutip dari: http://www.republika.co.id
Posted by misbah, Rabu, 05 Desember 2007 03.21

0 Comments:

<< Home | << Add a comment