Allah SWT pernah menjanjikan dalam kitab suci
Bahkan, berkat ilmu yang dimilikinya, ia pun tiba-tiba berada di pusat perdagangan dunia, New York Amerika Serikat. ''Saya nggak pernah membayangkan, anak yang tidak pernah melihat ibukota kabupaten tiba-tiba ada di sini (
Nasaruddin Umar yang hanya putra seorang ibu tamatan Sekolah Dasar dan ayah sebagai guru Sekolah Dasar, tentu tidak pernah punya cita-cita dan mimpi bahwa suatu saat ia akan menginjakkan kakinya di
Nasaruddin tak sungkan-sungkan untuk menceritakan masa lalu dan kehidupan keluarganya di kampung. Pria kelahiran Desa Ujung Bone Sulawesi Selatan 23 Juni 1959 ini, bahkan sering menangis bila mengingat masa lalunya. ''Kalau mengenang masa lalu saya menagis melihat kondisi saya sekarang. Awal mula saya seperti ini pada saat itu saya menampilkan proposal tentang gender pada seminar akhir tahunan di
Desa tempat kelahiran dan tinggal Nasaruddin yang bernama Desa Ujung, benar-benar berada di ujung desa. Untuk bisa sampai ke ibukota kecamatan, ia harus menempuh perjalanan sepanjang enam kilometer. Sedangkan untuk bisa ke ibukota kabupaten, ia harus menempuh perjalanan sepanjang 35 km.
''Waktu kecil harus melewati danau kalau ingin ke ibukota kecamatan. Dari tempat tinggal kami sekitar enam kilometer ke kantor kecamatan, kalau ke kabupaten sekitar 35 km. Saya sekolah dasar di Desa Ujung sampai kelas tiga di madrasah ibtidaiyah lalu dipindahkan ke pesantren As-'Adiyah, Sengkang. Dari kelas III langsung loncat ke kelas VI karena di Ibtidaiyah hanya tiga tahun. Karena saya di kampung kelas III baru mau naik kelas IV langsung pindah ke As-'Adiyah dan langsung loncat ke kelas VI. Saya juga nggak tahu tiba-tiba langsung loncat,'' kenangnya.
Ketika belajar di
Akhirnya namanya diganti bukan Nasaruddin Umar, melainkan dengan panggilan muttafaqun alaih. Nasaruddin kecil pun malu tiada kepalang dan ia tahu kalau panggilan itu adalah sebuah ejekan. Akibatnya, ia bolos selama satu bulan tidak masuk kelas, memilih 'hijrah' ke masjid untuk semata-mata belajar bahasa Arab.
Kegigihannya dalam belajar melancarkan studi selanjutnya. Setelah tamat di As-'Adiyah Sengkang, kabupaten Wajo, akhirnya ia melanjutkan S-1 IAIN Makassar. Untuk tsanawiyah dan aliyah semuanya As-'Adiyah, PGA empat tahun pagi sore. Saya pagi di PGA empat tahun, sore tsanawiyah. Sore PGA enam tahun, pagi aliyah, malam menghafal Alquran. Kemudian ikut tes. ''Alhamdulillah, saya masih ingat waktu kelas I naik ke kelas II, rangking pertama dan seterusnya sampai ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kemudian jadi sarjana muda saya terbaik, sarjana S-1 saya alumni teladan di Fakultas Syariah di IAIN Alauddin tahun 1984. Setelah di wisuda saya mengajar sebagai dosen.''
Begitu selesai program S1, Wakil Direktur Pusat Studi Alquran (PSQ) pimpinan Prof DR Quraish Shihab ini berniat untuk melanjutkan ke Mesir. Paspor pun sudah diurus. Kebetulan Quraish Shihab yang waktu itu menjadi pembimbingnya mengajaknya ke Mesir. Iseng ia mengikuti tes, ternyata lulus. Begitu akan berangkat, pihak IAIN Makasar mencegahnya untuk berangkat. Ia diwajibkan untuk menjadi dosen di IAIN Makasar.
Tahun 1990, ia ingin melanjutkan program master ke IAIN Jakarta. Dari 64 rombongan dari kawasan Timur
0 Comments:
<< Home | << Add a comment